Hello world!

Posted in Uncategorized on Mei 4, 2009 by roma

EFEKTIFITAS Trichoderma sp. DARI EMPAT LOKASI WILAYAH BANJARBARU TERHADAP Fusarium oxysporum PENYEBAB PENYAKIT LAYU TOMAT

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pertanian dewasa ini ditekankan pada pertanian berbasis agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan dan dilaksanakan secara terdesentralisasi. Sejalan dengan hal tersebut, dan semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat serta kesadaran konsumen akan pentingnya kesehatan, maka permintaan akan produk pertanian yang bebas dari bahan kimia juga terus meningkat. Pertanian yang ditawarkan dalam hal ini adalah pertanian dengan input eksternal rendah, yang dikenal dengan konsep pertanian berkelanjutan, dengan prinsip yang digunakan adalah pemanfaatan interaksi unsur-unsur agroekosistem, yang merupakan dasar dalam menjamin kondisi tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman, mengoptimalkan ketersediaan unsur hara, menyeimbangkan arus unsur hara, meminimalkan kerugian akibat radiasi matahari, udara dan air, meminimalkan serangan hama dan penyakit, serta memanfaatkan keterpaduan dan sinergi dalam penggunaan sumber daya genetik (Balai Pengkajian Tekhnologi Pertanian Jawa Timur, 2006).
Banyak kendala yang dihadapi dalam upaya mendukung perkembangan dan peningkatan produksi dan mutu hasil produk untuk memenuhi kebutuhan nasional dan ekspor komoditas tomat, yaitu antara lain kurang tersedianya bibit yang bermutu tinggi, bersama biaya produksi dan gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang dapat menggagalkan panen (Dep.Pertanian, 2002).
Salah satunya tanaman tomat merupakan komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan potensi ekspor yang besar. Daerah sentra produksi tomat di Indonesia tersebar di beberapa Propinsi, antara lain di Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Rata-rata produksi tomat di Indonesia dalam 5 tahun terakhir (1999 – 2003) mencapai 574.153 ton/tahun dengan rata-rata produktivitas 12 ton/ha (Ditjen BPH, 2004). Nilai ini masih jauh di bawah rata-rata produktivitas tomat di negara maju seperti Amerika Serikat yang dapat mencapai 39 ton/ha. Oleh karena itu untuk pengembangan tomat perlu adanya perhatian dan penanganan yang serius dari berbagai pihak yang terkait ( Direktorat Bina Perlindungan Hortikultura, 2003).
Pada tanah pertanian di wilayah Banjarbaru posisi geografisnya terletak pada perlintasan utama kota-kota di Kalimantan Selatan. Berdasarkan Badan Meteorologi dan Geofisika Banjarbaru, Wilayah Banjar didominasi iklim B dengan suhu udara berkisar dari 17,70C di bulan Agustus sampai dengan Oktober,dan secara administratif saat ini Kota Banjarbaru terdiri atas tiga kecamatan yaitu kecamatan Banjarbaru, Landasan Ulin dan Cempaka. Keadaan tanah wilayah kota Banjarbaru berada pada ketinggian 0-7 m, 7-25 m, 25- 100m dan 250 – 500 m. Drainase di Kota Banjarbaru tergolong baik, secara umum tidak terjadi penggenangan. Namun ada daerah yang tergenang secara periodik yaitu tergenang kurang dari 6 bulan terdapat di Kecamatan Landasan Ulin karena merupakan daerah peralihan daerah rawa (Anonim, 2008).
Dari kondisi tanah wilayah pertanian Banjarbaru tersebut, dapat mengingat pentingnya tanaman sayuran di wilayah Banjarbaru. Dengan adanya pengembangan tanaman tomat perlu ditingkatkan sebagai usaha meningkatkan daya hasil, baik kualitas maupun kuantitas serta untuk menambah pendapatan petani. Namun seperti tanaman lain, tomat juga tidak luput dari serangan hama dan penyakit yang menyebabkan kerugian hasil atau bahkan dapat mengakibatkan matinya tanaman. Pada tanaman tomat ada beberapa macam penyakit yang sering mengganggu pertumbuhannya. Salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman tanaman tomat adalah penyakit layu Fusarium (Cook dan Baker. 1983). Penyakit layu fusarium disebabkan jamur F. oxysporum f.sp. lycopersici . Gejalanya berupa memucatnya tulang-tulang daun, terutama pada daun-daun bagian atas, kemudian tangkai-tangkai akan merundu, dan tanaman menjadi layu (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, 1992).
Usaha pengendalian penyakit layu Fusarium yang sering dilakukan adalah mencegah dengan mengatur pola tanam tanaman inang sehingga terhindar dari penyakit ini. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia dan dengan menggunakan mikroorganisme antagonis, masih dalam taraf penelitian. Pergiliran tanaman dan perbaikan drainase ternyata tidak selalu berhasil baik karena patogen ini menyerang melalui tanah (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, 1992).
Salah satu cendawan antagonis terhadap F. oxysporum f.sp. lycopersici adalah Trichoderma spp. Menurut Paath (1988) diantara Trichoderma spp. dapat menghambat perkembangan penyakit Fusarium tersebut. Namun belum diketahui Trichoderma sp. dari empat lokasi wilayah Banjarbaru yang lebih efektif dalam menekan perkembangan Fusarium, oleh karena itu maka penelitian ini dilakukan.
Tujuan penelitian ini untuk membandingkan tingkat efektifitas Trichoderma sp. dari empat lokasi Wilayah Banjarbaru dalam menekan perkembangan penyakit layu Fusarium yang menyerang tomat secara in vitro.

TINJAUAN PUSTAKA
Tomat (Lycopersicum esculentum)

Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan potensi ekspor yang besar. Daerah sentral produksi tomat di Indonesia tersebar di beberapa Propinsi, antara lain di Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Rata-rata produksi tomat di Indonesia dalam 5 tahun terakhir (1999 – 2003) mencapai 574.153 ton/tahun dengan rata-rata produktivitas 12 ton/ha (Ditjen BPH, 2004). Nilai ini masih jauh di bawah rata-rata produktivitas tomat di negara maju seperti Amerika Serikat yang dapat mencapai 39 ton/ha. Oleh karena itu untuk pengembangan tomat perlu adanya perhatian dan penanganan yang serius dari berbagai pihak yang terkait ( Direktorat Bina Perlindungan Hortikultura, 2003).
Kata tomat berasal dari dari bahasa Aztek, salah satu suku Indian yaitu xitomate atau xitotomate. Tanaman berasal dari Negara Peru dan Ekuador, kemudian menyebar keseluruh Amerika, terutama ke wilayah yang beriklim tropic, sebagai gulma. Penyebaran tanaman tomat ini dilakukan oleh burung yang makan buah tomat dan kotorannya tersebar kemana-mana. Penyebaran tomat ke Eropa dan Asia dilakukan oleh orang Spanyol. Tomat ditanam di Indonesia sesudah kedatangan orang Belanda. Dengan demikian, tanaman tomat sudah tersebar ke seluruh dunia, baik di daerah tropik maupun subtropik (Pracaya,1998).
Dalam ilmu botani dan tumbuh-tumbuhan, tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Spermathophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Lycopersicon
Species : Lycopersicum esculentum

Fusarium oxysporum

Fusarium termasuk divisi Amastigomycota, sub divisi Deuteromycota, klas Deuteromycetes, ordo Moniliales, famili Tuberculariaceae dan genus Fusarium (Alexopoulos, 1979 ).
Fusarium sp. mempunyai misellium yang banyak dan menyerupai kapas. Miselium sering berwarna merah muda, ungu atau kuning di dalam media biakkan. Jamur ini mempunyai konidiafor yang bervariasi, sederhana, ramping, atau gemuk, pendek bercabang-cabang tidak teratur atau percabangan melingkar, sendiri atau berkelompok menjadi sporodochia (struktur hifa yang padat dan mengandung spora). Konidianya hialin (jernih), bentuknya terdiri dari makrokonidia dan mikrokonidia. Mempunyai lebih dari tiga sekat ukurannya 25-33 x 3,0 – 6,0 µ. Mikrokonidia bersel satu, berbentuk oval mempunyai ukuran 6,0 – 15 x 2,0 – 4,0 µ ( Alexopoulos, 1979).

Gambar 1. Misellium dan konidia Fusarium oxysporum
Fusarium adalah jamur tular tanah (soilborne) yang mempunyai banyak species dan kisaran inang seperti tomat, kacang tanah, kacang panjang, kedelai dan lain-lainnya ( Semangun, 1998).
Jamur menginfeksi akar terutama melalui luka, menetap dan berkembang di berkas pembuluh. Setelah jaringan pembuluh mati dan keadaan udara lembab, cendawan membentuk spora yang berwarna putih keunguan pada akar yang terinfeksi. Patogen ini merupakan patogen tular tanah. Penyebaran dapat terjadi melalui angin, air pengairan dan alat pertanian. Layu total dapat terjadi antara 2 – 3 minggu setelah terinfeksi. Tanaman biasanya layu mulai dari daun bagian bawah dan anak tulang daun menguning. Bila infeksi berkembang, tanaman menjadi layu dalam 2 – 3 hari setelah infeksi. Jika tanaman sakit dipotong dekat pangkal batang akan terlihat gejala cincin coklat dari berkas pembuluh. Warna jaringan akar dan batang menjadi coklat. Tempat luka infeksi tertutup hifa yang berwarna putih seperti kapas (Direktorat Perlindungan Hortikultura. 2003 ).

Gambar 2. Gejala awal tulang-tulang daun sebelah atas menjadi pucat, tangkai daun
merunduk dan tanaman menjadi layu.

Patogen menyerang jaringan empulur batang melalui akar yang luka atau terinfeksi. Batang yang terserang akan kehilangan banyak cairan dan berubah warna menjadi kecoklatan, tepi bawah daun menjadi kuning tua (layu), merambat ke bagian dalam secara cepat sehingga seluruh permukaan daun tersebut menguning. Tangkai daun patah pada bagian pangkalnya yang berbatasan dengan batang palsu. Kadang-kadang lapisan luar batang palsu terbelah mulai dari permukaan tanah.( Anonim. 2003).
Fusarium oxysporum dapat bertahan didalam tanah selama beberapa tahun. Populasi akan meningkat jika di tempat yang sama ditanam tanaman yang merupakan inangnya ( Semangun, 1989). Jamur ini menginfeksi tanaman melalui jaringan meristem pada ujung akar, melalui epidermis pada zona memanjangnya akar, melalui celah-celah yang terjadi karena munculnya akar lateral baru dan melalui stomata pada daun-daun yang dekat dengan permukaan tanah, kemudian patogen ini berkembang dalam pembuluh kayu yang menghalangi translokasi air. Jika pembuluh kayu cukup tersumbat maka mengakibatkan tanaman menjadi layu ( Aidawati dan Liestiany, 1997).
Infeksi pertama dimulai dari akar sehingga mengakibatkan timbulnya bercak kuning kecoklatan pada daun, dalam waktu relatif singkat daun seluruhnya menguning kemudian layu dan akhirnya gugur. Semua daun dapat mengalami hal yang sama. Pada mulanya terjadi kematian satu tanaman, yang kemudian diikuti oleh yang lainnya (Aidawati dan Liestyany, 1997).
Menurut Mehrotra (1980) infeksi yang dilakukan oleh F. oxysporum terjadi melalui luka pada akar saat pemindahan tanaman. Pada tanaman pisang F. oxysporum f.sp. cubense menyerang pada saat tanaman berumur 2 – 3 minggu dan gejalanya baru tampak pada saat tanaman berumur 5 – 6 minggu .
Misellium dari jamur ini menyerang jaringan pembuluh dan merintangi pembuluh xylem, sehingga menghambat translokasi air. Jika pembuluh sudah tersumbat, mengakibatkan busuk. Fusarium juga diketahui menghasilkan toksin asam fusarat yang mengakibatkan pembusukkan karena penembusan pada membran-membran sel dan metabolisme sel ( Aidawati dan Liestiany, 1997).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan F. oxysporum
Jamur F. oxysporum dalam pertumbuhan dan menginfeksi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti faktor temperatur tanah, kelembaban tanah dan pH tanah.
Penyakit berkembang pada temperatur tanah 21 – 330C, temperatur optimumnya adalah 280C (Semangun, 1994).
Kelembaban tanah yang diinginkan sesuai dengan tanaman inangnya. Kelembaban tanah yang sangat rendah atau tinggi dapat menahan pertumbuhan tanaman dan juga perkembangan penyakit layu Fusarium (Mehrotra, 1980).
Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan F . oxysporum adalah unsur-unsur yang terkandung dalam tanah. Di banyak negara diketahui bahwa penyakit berkembang lebih berat bila tanah mengandung banyak nitrogen tapi miskin akan kalium (Semangun, 1996).

Pengendalian

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit layu yang disebabkan Fusarium oxysporum adalah dengan kultur tekhnis yaitu dengan pemberian pupuk kandang, penjarangan anakan, rotasi dengan tanaman bukan inang, pembuatan drainase, menghindari terjadinya luka pada akar, menggunakan benih sehat, dan pengapuran. Kemudian ada cara biologi aplikasi agens hayati misalnya Trichoderma spp., Gliocladium sp., Pseudomonas fluorescens, Bacillus subtilis sebelum/pada saat tanam yang diintroduksikan bersama dengan kompos. Pada tahun 2000, Suprapta menemukan formula ”Biota-L” berupa daun sirih dan rimpang lengkuas sebagai pestisida nabati dan formula ”Persada”yang terdiri dari empat jenis mikroba (Gliocladium sp., Fusarium oxysporum, Pseudomonas flourescens dan Streptomyces) sebagai bahan aktif (Suprapta, 2004).

Mikroorganisme Antagonis terhadap patogen tanah

Pengendalian penyakit tanaman yang mempunyai prospek baik dan ramah lingkungan adalah pengendalian hayati dengan memanfaatkan mikroba antagonis disekitar akar tanaman. Pengendalian hayati dengan menggunakan mikroorganisme antagonis mempunyai pengertian sebagai usaha untuk mengurangi inokulum atau aktifitas penyakit yang dihasilkan patogen atau parasit yang dorman atau aktif oleh satu atau beberapa organisme yang berlangsung secara alamiah atau melalui manipulasi lingkungan inang, antagonis maupun dengan introduksi satu macam atau lebih jasad renik dengan sejumlah inokulum tertentu (Baker dan Cook, 1982).
Berdasarkan hasil penelitian Abadi (1987), uji antagonis jamur endofit terhadap Fusarium sp., menunjukkan adanya zona hambatan yang memisahkan antara tempat tumbuh kedua mikroorganisme yang diuji. Adanya zona hambatan ini menunjukkan bahwa keempat jamur tersebut mengeluarkan suatu senyawa yang didifusikan ke dalam medium sehingga dapat menghentikan pertumbuhan Fusarium sp. , selain itu juga ada kemungkinan terjadi mikoparasitisme di dalam tanah ( Yuni, 2005).

Trichoderma spp.

Biologi Trichoderma

Trichoderma spp. termasuk sub divisi Deuteromycotina, kelas Deuteromycetes ordo Moniliales, famili Tuberculariaceae dan genus Trichoderma (Alexopoulus, 1978).
Beberapa ciri morfologi jamur Trichoderma spp. yang menonjol, antara lain koloninya berwarna hijau muda sampai hijau tua yang memproduksi konidia aseksual berbentuk globus dengan konidia tersusun seperti buah anggur dan pertumbuhannya cepat. Jamur tersebut merupakan salah satu jenis jamur mikoparasit, artinya bersifat parasitik terhadap jenis jamur lain (Anonim, 2002).
Koloni Trichoderma yang masih muda berwarna putih, kemudian menjadi hijau muda atau hijau tua. Warna tergantung dari species dan umur koloni. Hifa tumbuh menjalar dan berseptum. Konidiofornya banyak dan bercabang tetapi tidak secara melingkar. Cabang konidiofor pendek dan letaknya berlawanan, dengan segmen pucuknya membentuk kelompok konidia. Umumnya konidia hialin atau berwarna hijau berbentuk bulat atau lonjong dengan permukaan halus sampai kasar. Ukuran bervariasi 2,5 – 6,0 x 1,8 – 4,0 µm. Konidiofor berkembang keluar sebagai percabangan dan kemudian membentuk kelompok-kelompok konidia ini lepas membentuk hifa dengan cara berkecambah. Hifa dari T. harzianum ini siap untuk menginfeksi patogen (Raihanah, 2002).
Mekanisme pengendalian hayati Trichoderma spp. umumnya bersifat mikoparasitik dan sebagai kompetitor yang agresif bagi patogen. Beberapa jenis isolat Trichoderma memproduksi antibiotik misalnya T. viride yang membentuk zat gliotoxin dan viridin (Cook dan Baker, 1983).

Gambar 3. Konidiofor dan konidia dari Trichoderma sp.(Anonim, 2006)

Trichoderma spp. mempunyai kemampuan untuk mengkolonisasi rhizosfer dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur penyakit, mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman (Anonim, 2000). Populasi Trichoderma spp. di dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kelembaban, suhu, pH, karbondioksida, kandungan garam, besi, bahan organik dan keberadaan mendominasi mikroorganisme lain dalam tanah. Suhu pertumbuhan yang baik adalah 30 Co dan pH optimum 3,4 – 4,7 (Paath, 1988) .

Peranan Trichoderma spp. dalam mengendalikan penyakit tular tanah

Kemampuan Trichoderma spp. untuk bertindak sebagai mikoparasit pada hifa dan tubuh-tubuh istirahat patogen-patogen tumbuhan telah dibuktikan. Kemampuan yang telah terbukti dari T. harzianum untuk menghasilkan substansi yang bersifat racun bagi jamur lain dalam media biakan dan bahkan dalam substansi organik di dalam tanah, menunjukkan pentingnya populasi jamur T. harzianum dalam pengendalian biologis (Papavizas, 1992).
Terjadi interaksi hifa langsung setelah konida Trichoderma di introduksikan ke tanah, akan tumbuh kecambah konidianya berkecambah di sekitar perakaran tanaman, dengan laju pertumbuhan cepat akibat rangsangan jamur patogen dalam waktu yang singkat sekitar 7 hari di daerah perakaran tanaman. Trichoderma spp. yang bersifat mikoparasit akan menekan populasi jamur patogen yang sebelumnya mendominasi. Interaksi diawali dengan melilitkan hifanya pada jamur patogen yang akan membentuk struktur seperti kait yang disebut haustorium dan memarasit jamur patogen. Bersamaan dengan penusukan hifa, jamur mikoparasit ini mengeluarkan enzim seperti enzim kutinase dan β-1-3 glukanase yang akan menghancurkan dinding sel jamur patogen. Akibatnya, hifa jamur patogen akan rusak, protoplasmanya keluar dan jamur akan mati. Secara bersamaan pula terjadi mekanisme antibiosis, keluarnya senyawa anti jamur golongan peptaibol dan senyawa furanon oleh T. harzianum yang dapat menghambat pertumbuhan spora dan hifa jamur patogen (Anonim, 2002).
Menurut penelitian Hasna (2005) bahwa perlakuan perendaman rimpang kencur dalam suspensi T. harzianum dengan konsentrasi berbeda mampu menekan serangan Pythium sp. pada tanaman kencur. Seorang peneliti bernama Rusli kaslim melaporkan bahwa Trichoderma spp. mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dalam penanggulangan penyakit busuk pangkal batang lada. Sedangkan penelitian Sudantha (1993) memperlihatkan jamur T. harzianum yang diberikan dengan cara perlakuan tanah yang disertai pemberian kompos jerami padi efektif mengendalikan jamur Sclerotium oryzae pada padi gogo.
Menurut Chet (1990) bahwa Trichoderma sp. mempunyai daya antagonis yang tinggi terhadap F. oxysporum dalam hal ini kompetisi ruang, karbon, nitrogen dan nutrisi.

Potensi Trichoderma spp. Sebagai Agen Biokontrol

Menurut Chet (1987), Trichoderma spp. adalah jamur yang umum dijumpai ditanah dan bersifat antagonis terhadap jamur lain.
Kemampuan Trichoderma spp. untuk bertindak sebagai mikoparasit pada hifa dan tubuh-tubuh istirahat dari patogen tanaman telah dibuktikan, baik dalam media biakan maupun dalam tanah steril. Kemampuan yang telah terbukti dari Trichoderma spp. untuk menghasilkan substansi yang bersifat racun bagi jamur lainnya dalam media biakan bahkan dalam substrat-substrat asli jamur Trichoderma spp. ini mempunyai sifat antagonis terhadap patogen tanaman, juga bersifat saproba dan merupakan jamur pelapuk (Rivai, 1969).
Penelitian lainnya dengan menggunakan T. harzianum ditujukan untuk menekan intensitas penyakit yang disebabkan Sclerotium rolfsii dan R. solani pada tanaman buncis, kapas dan tomat. Pada tanaman buncis intensitas serangan berkurang sebesar 97% pada kapas 20 % dan pada tomat 47,7% (Prayudi, 1996).
Beberapa ahli menyatakan bahwa Trichoderma spp. dapat menghasilkan metabolit beracun untuk menghambat atau memproduksi metabolit anti jamur (Papavizas,1985).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah isolat F. oxysporum f.sp. lycopersici, isolat Trichoderma sp. dari empat wilayah yang diambil sampel tanahnya, media PDA, air steril, alkohol 70%, dan kentang.

Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini otoklaf, inkubator, laminar air flow, tabung erlenmeyer, cawan petri, jarum ent, gelas beaker, lampu spritus, pinset, cutter, cover glass, slide glass, mikroskop, dan pelubang gabus (cork borer).

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Fitopatologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru, sejak bulan September 2007 sampai dengan bulan Januari 2008.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Adapun perlakuannya sebagai berikut :

T1 = Kontrol F. oxysporum f.sp. lycopersici
T2 = F. oxysporum f.sp. lycopersici vs Trichoderma sp. isolat wilayah Guntung Payung
T3 = F. oxysporum f.sp. lycopersici vs Trichoderma sp. isolat wilayah Landasan Ulin Utara
T4 = F. oxysporum f.sp. lycopersici vs Trichoderma sp. isolat wilayah Landasan Ulin Timur
T5 = F. oxysporum f.sp. lycopersici vs Trichoderma sp. isolat wilayah Guntung Manggis

Keterangan : – F. oxysporum f.sp. lycopersici untuk perlakuan kontrol diambil menggunakan cork borer kemudian diletakkan pada media PDA dengan posisi di tengah.
– Sedangkan untuk perlakuan T2 sampai perlakuan T5, isolat diletakkan secara berpasangan yang cara posisinya dapat dilihat pada perlakuan penelitian.

Persiapan Penelitian

Sterilisasi Alat. Alat-alat yang terbuat dari gelas disterilkan dengan sterilisasi kering, yakni dengan menggunakan oven. Sebelumnya alat-alat tersebut dicuci bersih dan dikeringkan. Setelah kering alat-alat tersebut dibungkus dengan kertas koran dan dimasukkan ke dalam oven untuk disterilkan selama satu jam pada suhu 170o C.
Pembuatan Media PDA. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat media PDA adalah kentang 200 g, dektrose 20 g, agar 20 g, air steril satu liter dan chloramphenicol 30 mg. Cara pembuatan media PDA adalah sebagai berikut : kentang dicuci sampai bersih kemudian dipotong kecil-kecil dan direbus dengan air steril. Setelah kentang masak ekstraknya disaring. Selanjutnya ekstrak kentang tersebut ditambah dengan dektrose dan agar, diaduk, campuran bahan-bahan tersebut larut dan merata. Kemudian ke dalam campuran tersebut ditambah air steril hingga volume mencapai satu liter. Cairan PDA tersebut dipanaskan hingga mendidih. Setelah mendidih dituangkan ke dalam labu erlenmeyer. Cairan PDA dalam labu erlenmeyer tersebut disterilkan menggunakan otoklaf selama 15-20 menit pada tekanan 15 psi.
Isolasi F. oxysporum . Isolat F. oxysporum pada tanaman tomat didapatkan dari hasil koleksi Laboratorium Pertanian Sungai Tabuk.
Isolasi Trichoderma sp. Tanah diambil dari pertanaman tomat di 4 wilayah Banjarbaru dengan cara mengiris secara vertikal dengan kedalaman 20 cm. Tanah dikering anginkan dan setelah itu diayak. Hasil ayakan diaduk dan setelah rata diambil 20 g kemudian dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer, tambahkan air steril sebanyak 100 ml dan digoyang dengan alat shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 30 menit, kemudian campuran tersebut dibuat pengenceran 103. Dari hasil pengenceran tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri, setelah itu media PDA yang cair dengan suhu 400C dimasukkan kedalam cawan petri . Cawan petri tersebut disimpan ke dalam inkubator pada suhu 290C. Pada hari ke-4 dilakukan pengamatan apakah terdapat koloni jamur Trichoderma spp. yang tumbuh pada media. Bila berdasarkan ciri-ciri koloni dan pertumbuhannya diduga Trichoderma maka dengan menggunakan jarum ent jamur tersebut diisolasi ke media miring pada tabung reaksi.

Pelaksanaan Penelitian

Percobaan di Laboratorium dilakukan pengujian daya hambat dengan cara menumbuhkan secara berpasangan pada media dalam cawan petri yang berisi media PDA. Tahap pertama dilakukan pengujian pada media agar dengan cara memberikan isolat yang ada secara berpasangan yaitu dengan cara biakkan isolat patogen yang telah berumur 7 hari diambil menggunakan pelubang gabus (cork borer) berdiameter 3 mm dan diletakkan pada media PDA dalam cawan petri berdiameter 9 cm pada jarak 3 cm dari tepi cawan petri dengan menggunakan cara oposisi langsung seperti gambar :

Cara peletakkan :
A = Isolat antagonis
B = Isolat patogen (F. oxysporum f.sp. lycopersici)
Perhitungan daya penghambatan dilakukan dengan menggunakan rumus Skidmore ( 1976 dalam Balai Proteksi Tanaman Pangan, 2002) sebagai berikut:
I = r1 – r2 x 100%
r1

Keterangan :
I = Persentase penghambatan
r 1 = Jari-jari koloni B yang tumbuh kearah berlawanan dengan tempat antagonis A
r 2 = Jari-jari koloni B yang tumbuh ke arah antagonis A
Pengamatan

Pengamatan secara in vitro terhadap efektifitas Trichoderma sp. dengan Fusarium, evaluasi dengan mengukur diameter koloni penyakit jamur F. oxysporum f.sp. lycopersici , pengamatan dilakukan setiap hari selama ± 1 minggu dengan pengukuran zona hambatan pertumbuhan jamur tersebut.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dilakukan analisis sidik ragam (anova), jika menunjukkan pengaruh nyata dan sangat nyata, selanjutnya dilakukan uji beda rata-rata menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil analisis sidik ragam, terlihat adanya perbedaan pengaruh nyata dari 4 isolat Trichoderma spp. yang diambil dari masing-masing sample 4 wilayah Banjarbaru terhadap isolat F. oxysporum f.sp. lycopersici. Hasil memperlihatkan bahwa isolat perlakuan T4 memiliki potensi daya hambat persentase yang tinggi untuk menghambat F. oxysporum f.sp. lycopersici yaitu sample dari daerah Landasan Ulin Timur dengan persentase yaitu 66,97% diikuti dengan perlakuan T3 dengan persentase 63% wilayah Landasan Ulin Utara, perlakuan T2 dengan persentase 50,03% wilayah Guntung Payung, perlakuan T5 dengan persentase 44,64% wilayah Guntung Manggis, dan perlakuan kontrol T1 dengan persentase 0%.
Data lengkap persentase penghambatan perkembangan F. oxysporum f.sp. lycopersici pada tanaman tomat dapat dilihat pada Lampiran 1. Secara ringkas persentase penghambatan F. oxysporum f.sp. lycopersici pada beberapa wilayah Trichoderma sp. seperti pada Gambar 4 dibawah ini.

Gambar 4. Grafik persentase penghambatan perkembangan F. oxysporum f.sp. lycopersici oleh isolat Trichoderma sp. dari empat wilayah Banjarbaru.

Ket : T1 = Kontrol F. oxysporum f.sp. lycopersici
T2 = F. oxysporum f.sp. lycopersici vs Trichoderma sp. isolat wilayah
Guntung Payung
T3 = F. oxysporum f.sp. lycopersici vs Trichoderma sp. isolat wilayah Landasan Ulin Utara

T4 = F. oxysporum f.sp. lycopersici vs Trichoderma sp. isolat wilayah Landasan Ulin Timur

T5 = F. oxysporum f.sp. lycopersici vs Trichoderma sp. isolat wilayah Guntung Manggis

Antagonis Trichoderma spp. yang memiliki daya hambat tinggi dalam menekan patogen tersebut kemudian diidentifikasikan beserta patogennya F. oxysporum f.sp. lycopersici. Hasil identifikasi antara antagonis dan patogen ini secara taksonomi berdasarkan ciri-ciri koloni dan pertumbuhannya serta pengamatan secara mikroskopik.
Trichoderma spp. koloninya berwarna hijau muda sampai hijau tua yang memproduksi konidia aseksual berbentuk globus dengan konidia tersusun seperti buah anggur. Cabang konidiofornya pendek dan letaknya berlawanan sedangkan Fusarium mempunyai misellium yang banyak dan menyerupai kapas, mikrokonidia bersel satu dan berbentuk oval.
Data persentase penghambat F. oxysporum f.sp. lycopersici oleh beberapa wilayah isolat Trichoderma sp. (Lampiran 1) menunjukkan nilai keragaman (S2) yang tidak homogen. Hal ini dapat dilihat dari nilai keragaman (S2) X2hit > X2tabel, sehingga data perlu dilakukan transformasi. Transformasi data yang digunakan adalah transformasi Arcsin √x, hasilnya disajikan pada Lampiran 3. Data tersebut kemudian diuji kehomogenannya dengan ragam Barlett, hasilnya menunjukkan data homogen yang disajikan pada Lampiran 2. Hasil analisis sidik ragam persentase penghambat F. oxysporum f.sp. lycopersici oleh beberapa wilayah isolat Trichoderma sp. menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap persentase penghambat F. oxysporum f.sp. lycopersici oleh beberapa wilayah isolat Trichoderma sp. (Lampiran 2). Dan berikut tabel hasil uji beda nilai tengah yang telah di transformasi :

Tabel 1. Hasil Uji Beda Nilai Tengah persentase penghambatan F. oxysporum f.sp. lycopersici tanaman tomat oleh Trichoderma sp. dari empat wilayah Banjarbaru.

Perlakuan Persentase Penghambatan F. oxysporum f.sp. lycopersici oleh beberapa isolat Trichoderma sp.
T1 2,90 a
T2 44,85 bc
T3 52,55 cd
T4 55,43 d
T5 41,78 b
Ket : – Nilai tengah diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda pada taraf uji BNT 5%

Pada perlakuan T1 persentase penghambatan berbeda nyata dengan perlakuan T2, T3, T4, dan T5. Perlakuan T2 persentase berbeda nyata dengan perlakuan T1 dan T4. Perlakuan T3 berbeda nyata dengan perlakuan T1 dan T5. Perlakuan T4 berbeda nyata dengan perlakuan T1, T2 dan T5. Perlakuan T5 persentase penghambatan berbeda nyata dengan perlakuan T1 dan T3, akan tetapi perlakuan T2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan T3 dan T5, dan perlakuan T3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan T4.

Pembahasan

Pada penelitian ini di laboratorium secara in vitro sampai dengan hari keempat pemberian Trichoderma sp. yang sampelnya diambil dari empat wilayah Banjarbaru mampu menekan pertumbuhan F. oxysporum f.sp. lycopersici, hal ini terlihat dari terbentuknya zona cincin pada perlakuan yang diberi Trichoderma sp. tersebut dibandingkan dengan kontrol yang tanpa diberi Trichoderma. Hasil dari pengamatan pertama semua sampel Trichoderma sp. dari empat wilayah Banjarbaru yang digunakan mampu menekan pertumbuhan F. oxysporum pada tomat, karena mampu membentuk zona terang, diduga hal ini disebabkan oleh mekanisme kerja dari masing-masing Trichoderma sp. yang memberikan efek kerjanya sehari setelah dilakukan inokulasi serta mampu mengurangi dan menghambat pertumbuhan dari patogen.
Hal ini menunjukkan jamur disamping adanya sifat antibiosis juga kompetitif dalam memanfaatkan ruang dan nutrisi, sehingga pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan patogen. Pada hari ke dua pengamatan, semua Trichoderma sp. dari beberapa wilayah mampu menekan pertumbuhan F. oxysporum f.sp. lycopersici, dan pada hari ketiga masih mampu menekan pertumbuhan Fusarium tersebut walaupun ada beberapa Trichoderma sp. yang mempunyai daya hambat yang sama.
Dari data terlihat persentase daya hambat yang tertinggi berasal dari wilayah Landasan Ulin Timur. Menurut informasi yang didapat dari PHP (Pengamat Hama Penyakit) di lokasi Banjarbaru memang ada beberapa wilayah yang sering mendapat aplikasi oleh Trichoderma sp. seperti wilayah Landasan Ulin Utara, Landasan Ulin Timur dan wilayah Guntung Payung. Walaupun sebagian wilayah Banjarbaru pernah mendapat aplikasi agen hayati Trichoderma sp. ternyata masing-masing wilayah mempunyai efektifitas yang berbeda-beda untu setiap isolat jamur antagonis yang diberikan., dalam hal ini Trichoderma sp. Persentase penghambatnya dapat terlihat pada uji beda nilai tengah dengan persentase 55,43 % dari daerah Landasan Ulin Timur.
Trichoderma spp. dengan sifat dan mekanisme kerja antagonisnya adalah antibiosis, lisis, komptensi dan mikoparasit. Menurut Djafaruddin (2000) Trichoderma spp. : (a) dapat ditemukan pada berbagai tempat, (b) cepat dan dapat tumbuh diberbagai substrat, (c) kisaran parasitismenya terhadap patogen tumbuhan sangat luas, (d) jarang yang bersifat patogen pada tumbuhan tingkat tinggi, (e) dapat bekerja sebagai mikoparasit/hiperparasit, (f) berkemampuan tinggi dalam berkompetisi terhadap makanan, ruang (tempat), (g) menghasilkan antibiotik, (h) sistem kerja enzim yang memungkinkan merusak pada berbagai jamur patogen.
Mikoparasitisme adalah proses kompleks yang meliputi beberapa langkah yang berurutan. Pertama-tama memperlihatkan adanya interaksi dari hifa mikoparasit yang langsung tumbuh ke arah inang (Chet dan Baker,1981). Pertumbuhan hifa ke arah inang karena adanya beberapa rangsangan dari hifa inang atau pertumbuhan hifa ke arah bahan kimia yang dikeluarkan inang (Chet dan Elad, 1983).
Mekanisme pada Trichoderma spp. tersebut timbul karena kemampuannya menghasilkan enzim hidrolitik, kitinase, dan sellulase. Enzim-enzim tersebut secara aktif mendegradasi sel-sel jamur lain yang sebagian besar tersusun dari bahan glukan dan kitin, sehingga mampu melakukan penetrasi kedalam hifa jamur lain. Hal ini dapat dilihat dengan adanya zona hambatan (terlihat pada lampiran) dan mikoparasitisme pada hasil pengamatan visual.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Semua perlakuan Trichoderma sp. dari empat wilayah Banjarbaru dapat menekan perkembangan penyakit F. oxysporum f.sp. lycopersici .
2. Trichoderma sp. yang paling tinggi dari empat wilayah dalam menekan perkembangan F. oxysporum f.sp. lycopersici adalah isolat dari wilayah Landasan Ulin Timur (daya hambat 55,43%) yang tidak berbeda dengan isolat dari wilayah Landasan Ulin Utara ( daya hambat 52,55%).

Saran

Sebelum hasil penelitian dapat diaplikasi di lapangan, sebaiknya isolat Trichoderma sp. yang sudah biasa digunakan oleh petani dibandingkan efektifitasnya dengan isolat Trichoderma sp. yang terbaik dari hasil penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aidawati, N. & E. Liestiany. 1997. Uji Mikroorganisme Antagonis terhadap Penyakit Layu (Fusarium spp.) pada Tanaman Lombok (Capsicum annum l.
). Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Alexopoulos, C. J & C. W. Mims. 1978. Introductory Mycology. Third Edition. John Wiley and Sons. New York.

Anonim. 2002. Trichoderma harzianum Biofungisida yang Ramah Lingkungan. (http=//www.suara merdeka.com/harian/0203/25/ragam/htm). Diakses tanggal 13 Agustus 2006.

Anonim, 2003. Pencarian Gambar. (http=//Labmed.vcst/Education/fung morph/Fungal site/Thumbnails,Jgg, diakses Tanggal 20 Agustus 2007).

Anonim. 2006. Conidia of T. harzianum. (http=//images. Google.co.id/images?q= Trichoderma + harzianum & hl = id). Diakses Tanggal 2 Oktober 2006.

Anonim. 2006. Misellium of F. oxysporum. (http=//images. Google.co.id/images?q= Fusarium oxysporum & hl = id). Diakses Tanggal 28 Februari 2007.

Anonim. 2008. Peta Geografis Banjarbaru. Provinsi Kalimantan Selatan. (http=//www.banjarbaru-online.com). Diakses tanggal 1 juni 2008.

Balai Pengkajian Tekhnologi Pertanian Jawa Timur, 2006. Peran Cendawan Trichoderma spp. Sebagai Pengendali Hayati Patogen Dekomposer.

Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2002. Kaji Terap Uji Antagonisme Cendawan Gliocladium sp. Secara In Vitro terhadap Penyakit Tanaman Jeruk. Banjarbaru. 2002.

Budi, I.S. 2003. Kajian Bioekologi Penyakit Busuk Batang Knaf (Hisbicus cannabinus). Disertasi , Pasca Sarjana Universitas Brawijaya . Malang

Chet, I. & R. Baker. 1981. Trichoderma hamatum : its Hyphal Interactions with Rhizoctonia solani and Phytium spp. Journal of Microbiology 71 : 29-38.

Chet, I & Y. Elad. 1983. Mechanism of Mycoparasitism. In. Colloq. Institute National de la Recherche Agronomique, Dijon. France.

Chet, I. 1987. Innovative Approaches to Plant Disease Control. John Willey and Sons. Inc. Toronto, Canada.

Cook, R.J. & K.F. Baker. 1983. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogen. American Phytopathological Society St.Paul. Minessota.

Departemen Pertanian, 2002. Source : Departemen Pertanian Budidaya Tomat. ID:305, Posted : 29 April 2002.

Direktorat Jenderal Perlindungan Tanaman, 1992. Pengenalan dan Pengendalian Penyakit Hortikultura Prioritas. Jakarta.

Direktorat Perlindungan Hortikultura, 2003. Pedoman Pengenalan dan Pengendalian OPT Benih Hortikultura. Jakarta.

Ditjen Perlindungan Tanaman Pangan. 2004. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Jakarta.

Djafaruddin. 2000. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.

Januarty, T . 2006. Pengujian Dosis Suspensi Trichoderma harzianum untuk Pengendalian Penyakit Layu (Fusarium oxysporum) pada Tomat, Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Mehrotra, R.S. 1980. Plant Pathology. Tata McGraw Hill Publishing Co. Ltd. New Delhi.

Paath, J.M 1988. Pengaruh Antagonis Trichoderma spp. terhadap Perkembangan Penyakit Layu Bakteri P. solanacearum. E.F. Smith pada Tanaman Tomat dan Tembakau. Tesis Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Papavizas. G. C. 1985. Trichoderma harzianum and Gliocladium : Biology, Ecology and Potensial for Biological Control of Soiborne Diseases. Laboratory Plant Protection Institut Agriculture Research Service, US Department of Agriculture Research, Beltsville, Maryland.

Pracaya, 1998. Bertanam Tomat. Kanisius. Yogyakarta.

Prayudi, B. 1996. Pengendalian Penyakit Hawar Pelepah Daun Padi dan Rebah Semai Kedelai (Rhizoctonia solani ) di Lahan Rawa Pasang Surut Bergambut dengan Trichoderma harzianum. Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa Banjarbaru.

Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB. 2003. Perkembangan Penanganan Utama Penyakit Pisang di Indonesia. Direktorat Perlindungan Hortikultura, Departemen Pertanian. Jakarta.

Raihanah, Nailah. 2002. Efek Pemberian Trichoderma harzianum dan EM4 terhadap Serangan Fusarium oxysporum pada Tomat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Rivai. M.A, 1969. A. Revision of Genus Trichoderma. Commonwealth Mycological Institute. Kew, Surrey, U. K.

Semangun, H. 1994. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Semangun, H, 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sudantha. 1993. Perlakuan T. harzianum dengan Pemberian Kompos Jerami Padi untuk Mengendalikan Jamur Sclerotium oryzae pada Padi Gogo. http://www.deptan.go.id/news/abstrak. Diakses pada tanggal 7 November 2007.

Suprapta, Dewa N. 2004. Yayasan Kehati ; Kategori “ Cipta Lestari Kehati”. http://www.kehati.or.id/news/arch.php? q=68+ Sub Benta = 47, diakses 7 Mei 2004.

Yuni. A. 2005. Eksplorasi dan Uji Daya Antagonis Jamur Endofit terhadap Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Pisang. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Lampiran 1. Tabel data hasil pengamatan intensitas penghambatan F. oxysporum f.sp. lycopersici oleh Trichoderma sp.

No Perlakuan Ulangan Total Rerata
1 2 3 4
1 T1 0,0 0,0 0,0 0,0 0 0
2 T2 56,55 58,73 61,10 23,77 200,15 50,03
3 T3 62,24 65,34 60,71 63,71 252 63
4 T4 70,58 85,30 51,16 60,86 267,9 66,97
5 T5 48,62 61,05 25,51 43,41 178,59 44,64

Lampiran 2. Tabel uji kehomogenan ragam Barlett intensitas penghambatan F. oxysporum f.sp. lycopersici oleh Trichoderma sp.

Perlakuan Ulangan Si2 LogSi2 X2hit X2tabel
1 2 3 4 0.05 0.01
T1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
T2 56,55 58,73 61,10 23,77 465,16 2,66
T3 62,24 65,34 60,71 63,71 5,90 0,77
T4 70,58 85,30 51,16 60,86 318,15 2,50 20,13 9,49 13,28
T5 48,62 61,05 25,51 43,41 326,2 2,51
Total 1115,41 8,44

I = ∑Si2
T
= 115.41
5
= 223,082

X2hit = In 10(n-1) (t log Si2- ∑log Si2)
1 + t+1
3t(n-1)

= 2,3026 (3) (5 log 223,082 – 8.44)
1 + 6

3 . 5(4-1)

= 6,9078 . 3,3023

1,133

= 20,13

X2hit = 20,13 X2tabel (5-1 ; 0,01) = 13,28
Karena X2 hit 20,13 > X2tabel 13,28 berarti data tidak homogen.
Lampiran 3. Tabel hasil transformasi Arcsin data intensitas penghambatan terhadap F. oxysporum f.sp. lycopersici oleh Trichoderma sp.

No Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata
1 2 3 4
1 T1 2,90 2,90 2,90 2,90 11,60 2,90
2 T2 48,80 50,00 51,40 29,20 179,40 44,85
3 T3 52,10 53,90 51,40 53,00 210,20 52,55
4 T4 57,20 67,50 45,70 51,30 221,70 55,43
5 T5 44,20 51,40 30,30 41,20 167,10 41,78
Total 205,20 225,70 181,50 177,60 790,00 197,50

Lampiran 4. Tabel analisis ragam intensitas penghambatan terhadap F. oxysporum f.sp. lycopersici oleh Trichoderma sp.

Sumber keragaman db JK KT Fhit F 1% F5%
Perlakuan 4 7189,07 1797,27 41,18 5,41 3,26
Ulangan 3 301,31 100,44 2,30 6,95 3,49
Acak 12 523,77 43,65
**berpengaruh nyata

Lampiran 5. Tabel uji jarak BNT 5%

Perlakuan Rerata 2 3 4 5
T1 2,90 F5%3,2 F5%3,49
T5 41,78 -38,88 F1%5,4 F1%6,95
T2 44,85 -41,95 -3,07
T3 52,55 -49,65 -10.77 -7,70
T4 55,43 -52,53 -13,65 -10,58 -2,88

BNT 5% = t5% (db acak =12) x √2 KT.galat/n
= 2,719 x 4,67
= 10,17936
BNT 1% = 3,055 x 4,67
= 14,27167

Lampiran 6. Gambar biakkan murni F. oxysporum f.sp. lycopersici

Lampiran 7. Gambar biakkan murni Trichoderma sp. (A) Guntung Manggis (B) Guntung Payung (C) Landasan Ulin utara (D) Landasan Ulin Timur.

A B

C D

Lampiran 8. Gambar konidia dan hifa Trichoderma sp. perbesaran 40X

Lampiran 9.Gambar konidia F. oxysporum f.sp. lycopersici perbesaran 40X

Lampiran 10. Gambar pertumbuhan isolat jamur F. oxysporum f.sp. lycopersici tanpa Trichoderma sp.

Lampiran 11. Gambar daya hambat patogen isolat jamur F. oxysporum f.sp. lycopersici terhadap jamur antagonis Trichoderma sp. wilayah Guntung Payung

Lampiran 12. Gambar daya hambat patogen isolat F. oxysporum f.sp. lycopersici terhadap jamur antagonis Trichoderma sp .wilayah Landasan Ulin Utara

Lampiran 13. Gambar daya hambat patogen isolat F. oxysporum f.sp. lycopersici terhadap jamur antagonis Trichoderma sp. wilayah Landasan Ulin Timur

Lampiran 14. Gambar daya hambat patogen isolat F. oxysporum f.sp. lycopersici terhadap jamur antagonis Trichoderma sp. wilayah Guntung Manggis

Lampiran 15. Gambar pengujian daya hambat patogen tampak dari bawah

Lampiran 16. Peta wilayah pengambilan sampel.

hello manisku….

Posted in Uncategorized on Mei 6, 2009 by roma

tanamkan rasa kepercayaan pada diri anda jangan tanam rasa curiga pada diri anda